Selasa, 07 Agustus 2012

PRIYO SI RAJA HUTAN

"Hooiii........!" Sebuah teriakan menggema di hutan lindung, tepatnya di kawasan hutan Mantingan Rembang Jawa Tengah. Para penghuni hutan, yang tak lain para binatang itu pun pada terkejut. "Hoo.....iii.......!" Sekali lagi teriakan itu terdengar, dan bahkan berkali-kali. "Hua..ha...ha....!" Kini suara tertawa-tawa. Tawanya keras sekali. Hantukah? Pemburukah? Atau bahkan Tarzan? Ah, itu kan hanya di dunia komik. Mau tak mau warga hutan terbengong-bengong penuh tanda tanya. Anak burung yang belajar musik berkicau mendadak berhenti latihan. Anak-anak monyet yang latihan bergelantungan nyaris saja jatuh karena kaget. Bahkan anak harimaupun tiarap, jangan-jangan ada pemburu yang tengah mencari buruan binatang buas untuk dikuliti dan dijadikan hiasan. Hii ngeri! Ada apa gerangan? "Ha...ha...ha.... aku Priyo, raja baru di hutan ini!" Rupanya dia bernama Priyo. Harimau muda, putra mahkota raja hutan yang kebetulan tahu keberadaan pendatang baru itu pun merangkak pergi kemudian lari terbirit-birit pulang ke istana gua tempat orang tuanya bersemayam, si Raja Rimba. "Romo...Romo......! Ada subversip!" Harimau putra berteriak-teriak keras. Sontak seluruh penghuni gua istana harimau itu pada jomblak! "Ada penyerangan Romo!" Lapor putra mahkota itu setelah menggelosor krenggosan. "Penyerangan?" Raja hutan yang dipanggil romo itu terkaget-kaget. "Si Mony! Selidiki apa yang terjadi!" Perintah Romo Hutan kepada dedengkot monyet. Sang ketua monyet yang dipanggil Mony itu segera melompat ke atas pohon dan bergelantungan dari dahan ke dahan. Gerakannya cepat menuju lokasi. Bermula ada seorang pemuda stress di sebuah desa terpencil di pinggir hutan. Dia banyak berulah, maklum orang gila. Suatu ketika orang tuanya memasungnya. Kakinya dimasukkan kayu berlubang agar tidak pergi kemana-mana. Namun suatu hari terlepas, gara-gara dia mengaku sudah sembuh dan ingin bebas. Ketika lepas itulah, diantara setengah sadar dan tidak alias setengah gila, pemuda yang bernama Priyo itu berlari ke arah hutan. Orang tuanya dibantu warga desa tidak bisa mengejarnya lagi. Hilang di tengah hutan. Karena pada putus asa, maka nasib si Priyo dipasrahkan saja pada yang kuasa yaitu Allah SWT. Si Mony, setelah tahu gelagat yang tidak beres perihal orang yang baru datang itu segera paham. "Dari tingkahnya seperti orang gila! Pasti dia kesasar!" Bathin Mony. Segera ia kembali ke rajanya. "Gawat Romo, yang barusan datang itu ternyata orang gila!" Kata Mony. "Apa? Orang gila?" Romo tercenung. "Justru ini masalahnya!" Benar saja kekuatiran sang Romo. Ulah Priyo makin tak terkendali. Lihat saja, dia langsung naik ke sebuah gundukan tidak jauh dari istana raja. "Hooiii.....! Saudara-saudaraku semuanya, warga hutan yang saya hormati!" Teriak Priyo menggema. "Mari kita berkumpul disini, kita adakan rapat akbar! Hooiii.....!" Demi mendengar panggilan aneh, masyarakat hutan pada berdatangan. Gajah, sapi, kancil, kijang, buaya, kodok, tikus, badak, ular, kelinci, babi, rusa, seliro, musang, kambing, bebek, ayam alas, burung, merak, beruang, kuda....... pada berdatangan. Raja hutan yang mengintip 'rapat akbar' itu menjadi masygul hatinya. "Dasar orang kurang waras! Aku belum pernah mengumpulkan wargaku sebanyak ini!" Gumam raja hutan itu menyaksikan banyaknya warga hutan yang berkumpul. Batinnya tidak terima dengan kelakuan Priyo yang tiba-tiba bisa mengendalikan massa hutan. "Saudara-saudaraku semuanya! Kita berkumpul disini untuk mengadakan reformasi total!" Suaranya berapi-api bagaikan seorang jurkakam (juru kampanye kampungan). "Mari kita dukung reformasi dalam dunia kebinatangan! Kita harus meningkatkan taraf hidup warga hutan agar lebih layak! Tidak akan ada BBM naik, tidak akan ada PLN naik, tidak akan ada sembako naik, tidak akan ada harga-harga naik! Harap kalian memahaminya!" Nyaris seperti kampanye bupati. "Hidup Priyo....hidup Priyo.....hidup Priyo...!" Gegap gempita massa hutan menyambut orasi Priyo. Namun, tiba-tiba setelah itu : "Kini, akulah yang menjadi raja kalian! Priyo si Raja Hutan yang reformis!" Kali ini tidak ada yang menyahut. Karena tidak jauh dari situ ada istana raja harimau. Takut raja harimau mengamuk. Pasti anak buah raja hutan itu ada di mana-mana. Hingga akhirnya rakyat rimba pada bubar pelan-pelan. Ulah Priyo tidak hanya sebatas itu saja. Dengan seenaknya dia menunggang gajah yang paling besar. Di atas punggung gajah, Priyo berorasi soal reformasi hutan. "Jika hutan ini kedatangan manusia yang merusak hutan, kita sikat dia!" Kini issu pelestarian hutan diangkat Raja Priyo. "Hutan ini tidak boleh rusak oleh manusia yang tidak bertanggung jawab!" Setiap kedatangan Priyo di sebuah tempat di hutan itu, selalu banyak yang datang untuk menontonnya. Hal itu berlangsung hingga beberapa hari. Di dalam istana raja hutan diadakan patas alias rapat terbatas. Pesertanya otomatis terbatas, hanya binatang-binatang penting yang hadir. Mereka membahas kondisi pemerintahan hutan lindung yang dianggapnya genting. Setelah rapat itu berjalan alot, akhirnya diputuskan sebuah kiat jitu untuk menghadapi 'Priyo Si Raja Hutan'. Di pagi yang cerah itu, Si Mony 'sowan' ke hadapan Priyo Si Raja Hutan. Si Mony mengemban misi khusus dari raja hutan. Tampak Priyo duduk di bawah pohon rindang. Dia asyik makan buah-buahan hasil kiriman binatang-binatang sekitarnya. Cara makannya ngawur. Jika monyet makan buah dihabiskan, Priyo justru tidak. Buah-buah itu dimakannya separo-separo, lalu dibuang jauh-jauh. Monyet-monyet lain pada sibuk berebutan dan memakannya. Mubazir, batin mereka. Baju Priyo pun sudah tidak utuh lagi. Hanya pakai celana panjang yang sudah sobek di bawahnya. Entah apa yang barusan dilakukannya, secepat itu ia jadi seperti Tarzan. Melihat kedatangan si Mony, Priyo memperhatikannya dengan curiga. "Baginda Raja, kami mau matur!" Kata Mony pada Priyo. "Oh, ya? Silahkan, katakan saja!" Barulah si Priyo serius menerima Mony. "Tuan Raja dipersilahkan masuk istana hutan, khusus untuk tuan Priyo!" Priyo melongo. Istana? Spontan wajahnya cerah. "Baik, ayo kawal aku kesana!" Segera Priyo diantar si Mony menuju istana hutan yang tidak jauh dari tempat duduk Priyo. Priyo tampak terkesima dengan luasnya gua yang katanya istana itu. Baunya tak sedap untuk sebuah istana. Priyo tak peduli dengan semuanya. Sesaat kemudian keluarlah harimau dari dalam gua yang lebih dalam. Priyo sempat terkejut, namun segera kembali cengengesan menyambut harimau. "Inilah panglimaku! Mari kita amankan hutan ini dari koruptor!" Kata Priyo bersemangat. Harimau hanya melongo. Maklum, di hutan tidak ada koruptor, yang ada predator. "Silahkan tuan Priyo, duduk di singgasana!" Kata harimau kemudian. Priyo segera naik di atas batu besar dan duduk. Di sebelah kanannya duduk panglima yang tidak lain adalah harimau, dan sebelah kirinya si Mony sebagai penasehat kerajaan. Setelah makan-makan buah yang dihidangkan, maka berkatalah si Mony : "Tuan, sebagai seorang raja, seyogyanya tuan memiliki seorang permaisuri!" Usul si Mony. "Permaisuri?" Priyo mengeryitkan dahi. "Jika Tuan berkenan, kami sudah ada calon permaisuri yang paling cantik di hutan ini!" "Oh ya? Di sini ada permaisuri cantik? Bawa dia kesini!" Perintah raja Priyo mantap. Tak lama kemudian, dihadirkanlah seorang permaisuri yang dimaksud. Tampak dari kejauhan berarakan rombongan permaisuri yang diapit oleh sekawanan orang hutan. Dibelakangya puluhan jenis hewan mengaraknya. Tampak benar-benar seperti pengantin. Setelah dekat, Priyo kaget setengah hidup. Rupanya yang dimaksud permaisuri adalah orang hutan betina yang katanya paling cantik se rimba itu. Matanya diucek setengah tidak percaya. Namun sesaat kemudian dia tampak gembira dan tertawa-tawa. "Haa...ha..ha...! Bagus! Bagus! Aku telah memiliki permaisuri yang cantik sekarang!" Kata Priyo lagaknya seorang raja. Si Mony dan Romo mengelus dada. Mereka saling berbisik sendiri. "Kok mau ya? Makin gawat nih!" Kata harimau. "Tentu saja gawat Romo! Jika mereka jadi kawin, seperti apa kira-kira anaknya nanti!" Sahut Mony. "Pasti anaknya nanti seperti manusia purbakala yang bernama Centhropus erektus atau apalah namanya!" "Ah, Romo ada-ada saja!" Sang putri yang menjadi calon permaisuri Raja Priyo yang tak lain orang hutan betina itu, benar-benar duduk disamping raja Priyo. Priyo tersenyum-senyum melihat pengantinnya. Namun sesekali dia tampak terkejut dan cemberut. Di ucek matanya sekali lagi. Tak salah. Lalu sesaat kemudian dia tampak bingung sendiri. "Maaf panglimaku! Aku hendak pipis dulu!" Kata Raja Priyo beranjak keluar dari istana gua. Semua binatang yang dilaluinya pada memandangnya penuh tanda tanya. Setelah jauh dari istana, Priyo benar-benar kencing. Setelah itu batinnya berperang sendiri. "Aku tidak mungkin punya istri orang hutan betina! Tapi....aku kan raja hutan? Jadi pantas jika punya istri orang hutan! Ah mana mungkin!" Tiba-tiba Priyo ingat sesuatu : "Kenapa aku sampai disini ya?" Priyo segera beranjak dari hutan itu. Dia sepertinya tahu jalan pulang. Ia lari di antara semak-semak menuju ke utara. Diam-diam pasukan monyet telah mengikutinya dari kejauhan, memastikan Priyo pergi kemana. Setelah Priyo menuju hutan yang bukan hutan lindung, Priyo makin mantap kemana dia harus pulang. Menjelang sore Priyo sudah sampai keluar hutan. Ia tengah berjalan di tanggul-tanggul tegalan dipinggir hutan. Pasukan monyet yang telah mengetahui kepastian kemana Priyo pergi, segera kembali ke tengah hutan lindung melaporkan perihal sang raja Priyo. "Hore...hore, kita menang!" teriak si Mony disambut binatang-binatang lain. "Kini kita terbebas dari raja manusia. Kita telah memiliki raja hutan yang sesungguhnya!" Kata si Mony sambil menggandeng Romo si Raja Harimau yang tampak gembira ria. Usaha mereka untuk mengusir raja hutan gadungan telah berhasil tanpa melalui kekerasan. Sementara itu Priyo telah mendekati desa kelahirannya. Biarpun dia compang-camping karena tujuh hari lamanya kelayapan di hutan lindung, banyak warga yang tetap mengenalnya. "Priyo telah kembali!" Seru seorang warga histeris. Bagaimanapun juga hilangnya Priyo membuat mereka sedih. Kini Priyo telah kembali walaupun kondisinya sudah tidak utuh lagi..... pakaiannya. Banyak warga yang menyambutnya. "Priyo, kamu sudah sembuh to!" Kata seorang warga menyambut Priyo. Priyo hanya diam. Dia tampak berpikir keras, apa yang barusan terjadi? Bukankah dia tadi keluar dari hutan yang jauh? Untunglah para tetangga segera membimbingnya pulang ke rumah. Orang tuanya menyambut kepulangan Priyo dengan sukacita. Anak hilang yang baru pulang itu segera dimandikan dan diganti bajunya. Setelah bersih, Priyo merasakan sesuatu yang berbeda. Ia merasa benar-benar telah mengenal dirinya sendiri. (Kang Diqin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Usia SMA/SMK : 4 Strategi Orang Tua Kuatkan Komunikasi dengan Remaja

SAHABAT KELUARGA- “Ide bahwa anak adalah sumber pasif yang mudah dibentuk oleh orangtua mereka adalah hal yang terlalu dibesar-besarkan...