Jumat, 04 Juni 2010

Tukang Ukir dan Sepotong Tempe

Menganggur setelah menikah tentu bukan pilihan yang bagus. Termasuk Fandi yang istrinya telah hamil. Merasa memiliki tanggungan dan malu kepada mertua, Fandi memilih merantau. Pilihannya Yogyakarta, yang kata temannya banyak pengrajin grabah. Fandi minat ke sana karena ia senang bekerja di sentra kerajinan, padat karya. Setidaknya bisa bekerja jadi tukang jemur atau kuli angkut.

Dugaan Fandi meleset. Setelah dapat kos kosan, Fandi melamar pekerjaan di home industri grabah yang besar-besar. Satu dua tdak ada yang bisa menerima, hingga puluhan perusahaan grabah menolak semua. Rata-rata mereka mencari tukang ukir. Ahli membuat motif keramik dengan menempel-nempel hiasan dengan tanah liat. Hanya orang kreatif yang bisa melakukan itu. Biasanya anak asli kampung setempat yang sudah latihan sedari kecil.

Fandi berfikir keras, bagaimana cara bisa mendapat pekerjaan. Maka ia memberanikan diri meminjam tanah lempung kepada orang kampung. Dicobanya membikin sebuah benda dengan lempung. Tampaknya tidak terlalu sulit. Dengan skill seni yang dimilikinya, Fandi merasa yakin diterima kerja.

”Saya melamar jadi tukang ukir, Bu!” Dengan penuh tekad, Fandi kembali melamar kerja.

”Ya boleh. Silahkan coba membuat hiasan keramik di situ!” Perempuan pemilik perusahaan menunjuk sekelompok tukang ukir yang sudah profesional.

Dengan penuh keyakinan, Fandi menghias sebuah guci basah seperti contoh. Tidak mudah memang, dari pagi hingga sore hanya mampu menyelesaikan satu guci. Padahal harga borongan satu guci setara dengan harga sepotong tempe goreng. Fandi yakin, jika sudah terbiasa nantinya akan bisa menyelesaikan hiasan guci lebih banyak.

Sore itu. “Besok kembali lagi, ya!” kata pemilik perusahaan mulai ada kecocokan.

”Alhamdulillah.....!” Ucap Fandi lega. Walaupun hari itu dapat sepotong tempe, Fandi telah bekerja menjadi tukang ukir. (Ali Shodiqin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Usia SMA/SMK : 4 Strategi Orang Tua Kuatkan Komunikasi dengan Remaja

SAHABAT KELUARGA- “Ide bahwa anak adalah sumber pasif yang mudah dibentuk oleh orangtua mereka adalah hal yang terlalu dibesar-besarkan...