Selasa, 07 Agustus 2012

BUTO TERONG DAN TUKANG SATE

Kerajaan Murajahe adalah kerajaan yang makmur. Rajanya seorang yang gagah perkasa, pemberani, dan jago perang. Namanya Raja Hurduk. Rakyatnya merasa tentram dipimpin olehnya. Ketentraman kerajaan Murajahe tiba-tiba terusik dengan datangnya makhluk raksasa yang muncul tiba-tiba dari arah laut selatan. Tubuhnya besar dan gendut, tingginya dua kali orang dewasa. Matanya bundar dan besar dengan hidung seperti buah terong. Raksasa itu datang di kota raja membuat keonaran. “Ada Buto Terong….. Ada Buto Terong!” Teriak orang-orang begitu melihat kedatangan raksasa yang mirip Buto Terong dalam dunia wayang. Hingga sampailah raksasa Buto Terong itu di sebuah pasar. Seluruh penghuni pasar lari tunggang langgang. Raksasa menendang lapak-lapak dan mengobrak-abriknya. Sesaat kemudian matanya melotot lebar begitu dilihatnya banyak makanan melimpah di sana. Segala makanan apa saja segera dilahapnya setelah ditinggal lari pemiliknya. Tentu saja kedatangan raksasa bikin resah rakyat Murajahe. Rakyat pada bersembunyi di rumah masing-masing. Ekonomi kerajaan Murajahe terancam bangkrut. Maka datanglah bala tentara kerajaan untuk mengusirnya. Namun sia-sia, raksasa sangat tangguh. Berapapun pasukan dikerahkan untuk menghancurkannya, tetap saja ia yang menang. Pasukan kerajaan dibuatnya kocar-kacir. Kekalahan pasukan kerajaan memaksa raja Hurduk untuk turun tangan. Dihadapinya raksasa satu lawan satu. Mereka duel laksana dua jagoan yang lama tidak bertemu. Namun raja yang dikenal petarung ulung itu dengan mudah dikalahkan. Dengan kalahnya sang raja, maka raja harus menuruti segala kemauan raksasa, yaitu menyediakan rumah dan makanan setiap hari. Jika tidak, ia akan mengobrak-abrik kerajaan Morarino hingga hancur. Terpaksa Raja Hurduk setuju. Raksasa diberi sebuah rumah yang besar untuk tempatnya tidur. Rakyat digilir untuk mengirim makanan ke raksasa yang rakus itu. Tentu saja rakyat Murajahe makin susah, karena makannya raksasa sangat banyak. Segera Raja Hurduk mengumumkan kepada rakyatnya, siapa saja yang bisa mengalahkan raksasa akan diberi hadiah besar. Rupanya tidak mudah mencari orang yang berani menghadapi Buto Terong. Sayembara sepi peminat. Selama belum ada yang bisa mengalahkan raksasa, rakyat terus mengirimkan makanan ke raksasa. Hingga suatu hari datanglah seorang tukang sate yang terkenal bisu bersama anaknya yang masih remaja. Namanya Pak Kuntrung dan Si Kenting. “Apa yang akan kalian lakukan terhadap raksasa?” Tanya Raja Hurduk melihat kedatangan Pak Kuntrung dan Si Kenting dengan pikulan sate ayamnya. “Maaf Baginda. Kami akan mencoba melayani makannya raksasa dulu, setelah itu kami akan mengusirnya dengan cara kami,” kata Kenting mewakili ayahnya yang bisu. Pak Kuntrung hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala mengiringi ucapan anaknya. “Dengan apa kalian mengusirnya?” Raja makin penasaran. Apalagi dilihatnya tukang sate itu sudah tua, dan anaknya masih remaja pula. “Maaf Baginda. Kami belum bisa mengatakannya. Takut tidak berhasil. Kami hanya minta didoakan semoga membawa kemenangan!” Kata Kenting hati-hati. Raja mengambil nafas panjang. Hatinya masygul. Mau tidak mau ia harus melepas warganya yang tampak tidak berdaya itu menghadapi raksasa Buto Terong. Siang itu Pak Kuntrung dan anaknya datang ke tempat raksasa untuk setor makanan sebagaimana giliran rakyat memberi makan. Melihat kedatangan Pak Kuntrung dan anaknya yang tampak tenang, raksasa merasa heran. Biasanya orang datang memberi makan sambil takut-takut, setelah itu segera kabur. “Kalian membawa makanan macam apa untuk makan siangku?” Tanya raksasa sambil terbengong-bengong menyaksikan tukang sate yang hendak memanggang sate. Dengan mimik orang bisu, Pak Kuntrung menjawab dengan gerakan tangan. “Apa yang dikatakannya?” Tanya raksasa setelah menyadari tukang sate itu bisu. “Kami akan membuat sate ayam untuk tuan raksasa!” Kata Kenting. “Sate ayam? Apa itu?” Tanya raksasa. Selama ini yang dimakan raksasa adalah nasi sama ayam yang dimasak utuh, atau kambing yang dipotong besar-besar. Atau ketela rebus yang besar-besar dengan jumlah banyak. “Sate terbuat dari daging ayam atau kambing yang dipotong-potong, disunduk pakai lidi. Lalu dibakar sampai matang dan diberi bumbu,” kata Kenting menjelaskan. Raksasa geleng-geleng kepala. Tak lama kemudian sate ayam dengan ukuran yang agak besar sudah matang. Kemudian disajikan dihadapan raksasa beserta seember nasi. Raksasa makan sate dengan lahap. “Lezat sekali! Aku belum pernah makan seenak ini!” Kata raksasa berbinar-binar. Dengan cepat raksasa melahap makanannya. Dalam waktu singkat makanannya habis tak tersisa. “Heh, tukang sate yang baik! Aku ingin tahu, biasanya sate itu terbuat dari daging apa saja?” Tanya raksasa sambil mengelus-elus perutnya yang kekenyangan. “Apa saja bisa tuan! Sate sapi, sate kuda, sate kerbau, bahkan dari makhluk galak!” Jawab Kenting meyakinkan. “Makhluk galak? Kalian bisa menangkapnya?” “Tentu saja. Lihat saja ayah saya yang bisu. Dia terbiasa membunuh makhluk galak tanpa berucap. Begitu saja makhluk itu tertangkap dan terbunuh!” Raksasa diam sejenak. Hatinya mulai gelisah. Ia mengawasi ulah tukang sate dan anaknya yang seperti mempersiapkan sesuatu. “Untuk siapa saja kalian membuat sate dari makhluk galak?” Raksasa makin penasaran. “Siapa saja boleh memesan tuan. Biasanya yang pesan sate makhluk galak itu bangsa gendruwo!” Jawab Kenting sambil menghunus parang besar dan diberikan ayahnya. Mendengar kata gendruwo, raksasa itu tampak kaget. “Kamu hari ini dapat pesanan dari gendruwo apa tidak?” Tanya raksasa begitu dilihatnya Pak Kuntrung mengasah parangnya. “Iya tuan. Ada tiga gendruwo pesan tiga makhluk galak. Tapi hari ini kami hanya menemukan satu makhluk galak!” Mendengar jawaban Kenting, mata raksasa melotot lebar. Siapa makhluk galak itu? Pikirnya was-was. Apalagi Pak Kuntrung yang bisu itu mengawasi dirinya sambil komat-kamit. “Makhluk galak itu……..makhluk…. makhluk apa?” Tanyanya dengan nada gemetar. “Maaf tuan. Makhluk galak itu seperti tuan raksasa!” Kata Kenting masih tenang. Bak petir di siang bolong begitu raksasa mendengar jawaban Kenting. Ia mundur selangkah. Apalagi ketika dilihatnya Pak Kuntrung juga mengeluarkan tali bergulung-gulung, dan beberapa pisau kecil seperti ketika hendak membuat sate. Tidak itu saja, Pak Kuntrung memberi isyarat kepada Kenting agar membesarkan apinya. Kenting segera tanggap. Api di perapian sate ditambah arang yang banyak, setelah itu dikipasi. Api menyala makin besar. Sementara Pak Kentrung berjalan ke depan hendak menutup pintu rumah sambil membawa parang yang sudah mengkilap. “Jangan…!! Jangan…!” Teriak raksasa ketakutan. Yang ada dibenak raksasa pastilah ia akan dibuat sate oleh Pak Kentrung dan anaknya yang hebat itu. Tanpa melihat-lihat lagi, raksasa itu kabur menabrak pintu yang baru saja ditutup. “Gubrak….!!!” Pintu roboh kena tendangan kakinya. Raksasa kabur dengan begitu cepatnya. Ia lari terbirit-birit ke arah pantai selatan kemudian berenang menuju sebuah pulau entah di mana tempatnya, tidak ada yang tahu. Rakyat yang kebetulan melihat kaburnya raksasa Buto Terong pada bersorak gembira. Raja Hurduk yang mendengar keberhasilan tukang sate sangat gembira, namun sekaligus terheran-heran. “Apa yang barusan dilakukan tukang sate dan anaknya?” Batin Raja tak habis pikir. Segera mereka berdua diundang ke istana raja untuk menceritakan apa yang telah dilakukan Kenting dan ayahnya. Di istana, Raja Hurduk beserta seluruh puggawanya terbahak-bahak mendengar cerita Kenting yang bisa mengalahkan raksasa tanpa pertarungan sama sekali. Raja sangat puas akan kecerdikan Pak Kentrung dan Kenting. Mereka memperoleh hadiah besar. Tidak itu saja, Kenting disekolahkan oleh Raja Hurduk hingga dewasa. (Kang Diqin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Usia SMA/SMK : 4 Strategi Orang Tua Kuatkan Komunikasi dengan Remaja

SAHABAT KELUARGA- “Ide bahwa anak adalah sumber pasif yang mudah dibentuk oleh orangtua mereka adalah hal yang terlalu dibesar-besarkan...