Senin, 19 Maret 2018

Usia SMA/SMK : 4 Strategi Orang Tua Kuatkan Komunikasi dengan Remaja


SAHABAT KELUARGA-“Ide bahwa anak adalah sumber pasif yang mudah dibentuk oleh orangtua mereka adalah hal yang terlalu dibesar-besarkan. Kelompok teman sebaya anak atau remaja lah penentu yang jauh lebih besar dibanding aspirasi orang tua terkait bagaimana perkembangan dan prestasi mereka nantinya.” Itulah ungkapan dari Steven Pinker, seorang ahli bahasa, psikolog, dan ilmuwan di bidang kognitif dari Kanada. Ia juga dikenal sebagai penulis buku-buku sains populer.
Ungkapan Pinker tersebut menggambarkan betapa besar pengaruh kawan sebaya terhadap anak, utamanya remaja. Hal itu semakin kuat bila kita sadari, pada usia remaja, persentase waktu anak bergaul dengan kawan sebayanya jauh lebih besar daripada berkumpul dengan orang tuanya.
Saat berkumpul dengan kawan sebaya itulah,  terjadi proses pertukaran pengaruh, seperti penampilan, sikap, dan perilaku.
Memang, banyak orang tua yang tidak terlalu mempermasalahkan jika anak remaja mereka lebih banyak bergaul dengan kawan sebayanya. Alasannya, karena orang tua merasa itu hal yang normal, dan haknya remaja. Masalahnya, saking kuatnya ikatan remaja dengan kawan sebayanya, tak jarang membuat hubungan antara remaja dan orang tua menjadi kurang dekat bahkan kerap terjadi konflik.
Namun, ada baiknya orang tua tetap memiliki ikatan dan komunikasi yang tidak kalah kuat dengan ikatan anak remaja dengan kawan sebayanya. Hal itu penting agar pengaruh negatif mempengaruhi anak remaja Anda dan merusak karakter anak.
Ada beberapa strategi yang perlu diperhatikan, seperti dikutip dari portal pijarpsikologi.org.

Menghargai keberadaan kawan sebaya anak
Dukunglah anak remaja anda bergaul dengan kawan sebayanya. Namun, pastikan, bahwa pergaulan remaja itu membawa dampak positif bagi anak. Akan lebih baik lagi apabila orang tua kenal dengan kawan-kawan anak dan sesekali ikut nimbrung bergaul. Sesekali melakukan pembicaraan dengan anak Anda tentang kawan sebayanya sebagai bentuk penghargaan atas keberadaan mereka.

Nasehati anak dengan cara yang halus namun tegas
Berbicara kasar membuat anak remaja tergores harga dirinya. Apabila Anda memiliki tujuan untuk menasehati mereka. Lakukan dengan cara halus, anggun namun tetap tegas. Hal tersebut membuat anak remaja mau menerima nasehat dengan baik pula.

Sering mengajak anak mengobrol santai maupun diskusi.
Sesibuk apapun Anda sebagai orang tua, sebaiknya tetap selalu menyempatkan waktu untuk berbagi, berbincang dan diskusi dengan anak tentang berbagai macam hal. Topik-topik tersebut bisa tentang kegiatan ekstrakurikulernya, perkembangan akademiknya, film yang sudah ditonton bersama kawan sebayanya, bahkan bisa jadi topik-topik serius seperti korupsi di Indonesia dan sebagainya. Interaksi dan komunikasi yang intens membuat hubungan orang tua dan anak lebih kuat dan harmonis.

Memberi contoh nyata tentang bagaimana Anda bersikap kepada orang tua
Dalam aktivitas pengasuhan, contoh ataupun teladan adalah kunci utama penanaman perilaku positif pada anak. Bila Anda sebagai orang tua juga memperlakukan orang tua, atau dalam hal ini neneknya anak anda, maka anak remaja tersebut mendapatkan contoh/teladan nyata dalam berperilaku. Yanuar Jatnika
Referensi Artikel dan Gambar : Kemendikbud: 4 Strategi Orang Tua Kuatkan Komunikasi dengan Remaja

SI PEDE


MENTEROR MALING


“Kamu tunggu rumah ya? Ibu dan ayah hanya menginap semalam di rumah kakek,” kata ibu pada Rahmat tadi pagi.
Kini Rahmat sendirian di rumah. Adik satu-satunya diajak serta karena masih kecil. Ia tidak boleh ikut, karena esoknya harus sekolah.
Di rumah sendirian betapa sepinya. Tiba-tiba ia teringat Zamil. Pastia ia mau diajak menemaninya.
“Di rumahmu ada makanan nggak?” Tanya Zamil.
“Beres. Masih ada persediaan gandum dan garam sampai musim semi tiba,” kelakar Rahmat menirukan gaya koboy yang makanan pokoknya adalah gandum.
Menyenangkan. Sambil nonton TV, Zamil ngoceh yang lucu-lucu. Tak terasa jam dinding berdentang satu kali.
“Sudah malam Mat!” Seru Zamil.
Rahmat hanya menjawab dengan menguap lebar.
TV dan lampu tengah dimatikan.
“Kamu punya penjaga rumah?” Tanya Zamil tiba-tiba.
“Penjaga rumah? Aku belum jadi orang penting!”
“Yang duduk di sana itu siapa?” Zamil menunjuk halaman rumah.
Ruang tamu yang gelap memudahkan mereka mengintip dari balik gorden. Tampak seseorang bertopeng di bawah pohon jambu.
“Mencurigakan! Pasti maling!” Kata Rahmat dengan suara bergetar.
“Jangan takut. Kalau nekat masuk rumah, kita kerjain berdua. Setuju?” Usul Zamil membesarkan hati Rahmat.
Setelah musyawarah sebentar, segera mereka mempersiapkan alat-alat yang diperlukan. Ketapel, kerikil, tali, bantal, dan selimut.
Jam berdentang dua kali. Samar-samar dari kejauhan sudah terdengar ayam jago berkokok.
Tiba-tiba terdengar suara daun pintu didongkel. Kemudian terlihat kilatan lampu senter. Sosok bayangan hitam sampai ruang tengah. Ketika maling hendak membuka pintu kamar utama, tiba-tiba.... klothak!
“Aduh!” Maling mengaduh sambil meraba kepala sampingnya yang benjol. Untuk sementara tamu tak diundang itu hanya diam. Ngempet rasa sakit, meski kepalanya kena peluru ketapel. Matanya jelalatan.
“Pasti dua anak tadi yang menyerangku dari atas sana,” batin maling sambil mendekati tangga.
Dinaikinya tangga. Sampai di atas, dua kamar diaduk-aduk. Tak ditemukan penyerang yang dimaksud. Untuk sesaat ia mondar-mandir di depan kamar. Dan... klothak!
“Aduh!”
Kali ini si maling mengaduh lebih keras. “Hai, siapa yang menyerangku?! Hadapi aku!” serunya dengan suara agak tertahan. Berlagak pendekar, si maling berkacak pinggang dengan pisau kecil terhunus.
Diraba jidatnya. Dua benjolan kini. Benjolan yang ada di jidatnya persis lampu merah.
Merasa tak ada yang berani menghadapi, dia turun ke bawah. Suara kakinya menggebrak keras anak tangga, pertanda ia tengah marah. Tinggal dua langkah maling itu sampai ke lantai, tiba-tiba..... gddobrakk!
Wuadduh! Matik aku!
Tubuh maling itu terjungkal ke lantai. Giginya gemeretak menahan sakit dan amarah. Sampai hitungan ke sepuluh (kayak tinju saja) maling itu tidak bangkit.
“Kurang ajar!” Umpatnya kemudian. Tubuhya sempoyongan seperti orang kalah tinju beneran. Didekatinya tangga. Rupanya ada tali melintang.
“Siapa yang pasang?” Tanyanya sendirian. “Pasti bukan anak-anak lagi! Pasti ada yang mengatur!”
Tiba-tiba timbul rasa takutnya. Dia merapat ke dinding dan berjalan menuju dapur tanpa menyalakan senter. Namun nahas, jalan menuju ke sana telah dikunci dari dalam. Disorotnya dinding dengan senter, tampak ada pintu sedikit menganga. Tanpa ragu lagi ia masuk. Ternyata gudang.
“Jddier!!” Tiba-tiba pintu gudang tertutup. Siapa yang menutup? Maling itu berusaha membuka, namun sia-sia. “Dikunci dari luar!” gerutunya.
Dengan curiga disorotnya seluruh bagian dalam gudang. Hanya tumpukan karung dan kerdus. Tapi, hah?! Ada benda berdiri terbungkus selimut di pojok gudang. Mayat? Segera dimatikan senter. Dengan lemas ia duduk di belakang pintu.

Sesaat kemudian, Rahmat dan Zamil sudah kembali bersama peronda. Maling hanya bisa bengong. Ia baru sadar, ternyata ia benar-benar dikerjain anak-anak. (Ali Shodiqin) Pernah dimuat di Surabaya Post

MENCARI MAKHLUK ISTIMEWA


Di bawah jembatan reot itu, seekor anak kucing termenung sendirian. Ia memikirkan induknya yang sudah amat tua dan lemah.
“Siapakah yang akan melindungiku bila ada musuh?” pikir Si Coklat, nama anak kucing yang bulunya coklat itu.
“Bu, siapakah makhluk yang paling hebat dan istimewa di dunia ini?” tanya Si Coklat suatu ketika.
Induknya sempat bigung.
“Om Matahari!” Jawab induknya setelah berpikir.
“Oh, ya? Kenapa dia istimewa?”
Nah kan? Anak cerdas pasti suka bertanya, pikir sang induk.
“Lihat saja sendiri. Om Matahari rajin terbit dari timur dan tak pernah terlambat. Cahayanya menerangi bumi, hingga makhluk hidup di bumi menjadi sehat. Ibu pikir, dialah makhluk istimewa dan hebat!” Sang induk menjelaskan panjang lebar.
“Apa Coklat boleh belajar kepada Om Matahari?”
“Tentu boleh. Ibu senang punya anak yang senang belajar!”
Maka pergilah Coklat ke atas bukit tertinggi.
“Assalamu’alaikum, Om Matahari!” Ucap Coklat pada Matahari.
“Alaikum salam!” Jawab Matahari.
“Kata Ibu, Om makhluk istimewa dan hebat!”
“Hmmm.... Mungkin saja!” Kata Matahari ragu.
“Aku ingin belajar pada Om Matahari. Tapi, adakah makhluk lain yang lebih hebat dari Om?”
Matahari diam sejenak.  “Baiklah. Aku kalah dengan Kek Mendung!”
“O, tidak sangka. Aku tunggu Kek Mendung saja!”
Tidak lama, dari timur mendung datang. Tiba-tiba sinar matahari terhalang hingga suasana jadi sejuk.
“Hebat, hebat!” Seru Coklat girang.
“He...he... Bisa saya bantu?” Tanya Mendung.
“Aku ingin belajar pada Kek Mendung, bila tidak ada yang lebih hebat dari Kakek!”
Kek Mendung tersenyum kecut. “Baik Coklat! Jika hujan datang, mendung akan hilang!”
Benar saja, setelah hujan datang, sirnalah mendung.
“Hujan memang hebat!” seru Coklat takjub. “Adakah yang lebih hebat dari Bapak?”
“Wah, aku kalah dengan gunung. Diguyur hujan berapapun, ia tetap tegar!” jawabnya tanpa basa-basi.
“Terima kasih. Aku akan ke Wak Gunung saja!”
Gunung pun menyambut kedatangan Si Coklat.
“Wah, gunung yang besar. Barangkali inilah calon guru saya yang sesungguhnya!” Kata Coklat pada Wak Gunung.
“Ho... ho...., tapi sayang. Sehebat-hebatnya aku, masih kalah dengan tikus kecil!” kata Wak Gunung sendih. “Tikus suka membuat rumah di tubuhku!”
Coklat melongo mendengar penjelasan Wak Gunung yang ternyata kalah dengan seekor tikus.
Dengan susah payah, dicarilah tikus di gunung itu.
“Mas Kus, rasanya kaulah makhluk yang paling perkasa!” Kata Coklat pada Mas Tikus.
“Apaa...!” Tikus melongo. “Apa alasanmu?”
“Kata ibuku, makhluk hebat itu Om Matahari. Tapi dia kalah dengan Kek Mendung. Lalu kalah lagi dengan Pak Hujan. Hujan pun kalah dengan Wak Gunung. Kini Gunung kalah olehmu. Pasti tidak salah jika aku datang ke sini!” Coklat menjelaskan panjang lebar.
“Ketahuilah Nak Coklat! Aku sendiri kalah dengan indukmu!” Kata Mas Kus.
Bak ada petir, Si Coklat kaget bukan kepalang.
“Kau kalah dengan indukku yang sudah tua itu?”
Tikus mengangguk meyakinkan.
Tidak disangkanya, sang induk adalah makhluk paling hebat! Dibayangkan wajah ibunya yang keriput. Di balik keriputnya ternyata menyimpan keperkasaan yang tiada tanding.
“Aku tidak terlambat! Ibuku memang segalanya!”

Dengan girang Coklat segera pulang. Dia ingin memandang ibunya dengan pandangan cinta dan kasih sayang, bukan pandangan kosong seperti sebelumnya. Untuk selanjutnya, Si Coklat bertekad ingin ikhlas berbakti kepadanya. Ali Shodiqin (Pernah dimuat di Surabaya Post 22.12.96)

Usia SMA/SMK : 4 Strategi Orang Tua Kuatkan Komunikasi dengan Remaja

SAHABAT KELUARGA- “Ide bahwa anak adalah sumber pasif yang mudah dibentuk oleh orangtua mereka adalah hal yang terlalu dibesar-besarkan...