Senin, 19 Maret 2018

MENCARI MAKHLUK ISTIMEWA


Di bawah jembatan reot itu, seekor anak kucing termenung sendirian. Ia memikirkan induknya yang sudah amat tua dan lemah.
“Siapakah yang akan melindungiku bila ada musuh?” pikir Si Coklat, nama anak kucing yang bulunya coklat itu.
“Bu, siapakah makhluk yang paling hebat dan istimewa di dunia ini?” tanya Si Coklat suatu ketika.
Induknya sempat bigung.
“Om Matahari!” Jawab induknya setelah berpikir.
“Oh, ya? Kenapa dia istimewa?”
Nah kan? Anak cerdas pasti suka bertanya, pikir sang induk.
“Lihat saja sendiri. Om Matahari rajin terbit dari timur dan tak pernah terlambat. Cahayanya menerangi bumi, hingga makhluk hidup di bumi menjadi sehat. Ibu pikir, dialah makhluk istimewa dan hebat!” Sang induk menjelaskan panjang lebar.
“Apa Coklat boleh belajar kepada Om Matahari?”
“Tentu boleh. Ibu senang punya anak yang senang belajar!”
Maka pergilah Coklat ke atas bukit tertinggi.
“Assalamu’alaikum, Om Matahari!” Ucap Coklat pada Matahari.
“Alaikum salam!” Jawab Matahari.
“Kata Ibu, Om makhluk istimewa dan hebat!”
“Hmmm.... Mungkin saja!” Kata Matahari ragu.
“Aku ingin belajar pada Om Matahari. Tapi, adakah makhluk lain yang lebih hebat dari Om?”
Matahari diam sejenak.  “Baiklah. Aku kalah dengan Kek Mendung!”
“O, tidak sangka. Aku tunggu Kek Mendung saja!”
Tidak lama, dari timur mendung datang. Tiba-tiba sinar matahari terhalang hingga suasana jadi sejuk.
“Hebat, hebat!” Seru Coklat girang.
“He...he... Bisa saya bantu?” Tanya Mendung.
“Aku ingin belajar pada Kek Mendung, bila tidak ada yang lebih hebat dari Kakek!”
Kek Mendung tersenyum kecut. “Baik Coklat! Jika hujan datang, mendung akan hilang!”
Benar saja, setelah hujan datang, sirnalah mendung.
“Hujan memang hebat!” seru Coklat takjub. “Adakah yang lebih hebat dari Bapak?”
“Wah, aku kalah dengan gunung. Diguyur hujan berapapun, ia tetap tegar!” jawabnya tanpa basa-basi.
“Terima kasih. Aku akan ke Wak Gunung saja!”
Gunung pun menyambut kedatangan Si Coklat.
“Wah, gunung yang besar. Barangkali inilah calon guru saya yang sesungguhnya!” Kata Coklat pada Wak Gunung.
“Ho... ho...., tapi sayang. Sehebat-hebatnya aku, masih kalah dengan tikus kecil!” kata Wak Gunung sendih. “Tikus suka membuat rumah di tubuhku!”
Coklat melongo mendengar penjelasan Wak Gunung yang ternyata kalah dengan seekor tikus.
Dengan susah payah, dicarilah tikus di gunung itu.
“Mas Kus, rasanya kaulah makhluk yang paling perkasa!” Kata Coklat pada Mas Tikus.
“Apaa...!” Tikus melongo. “Apa alasanmu?”
“Kata ibuku, makhluk hebat itu Om Matahari. Tapi dia kalah dengan Kek Mendung. Lalu kalah lagi dengan Pak Hujan. Hujan pun kalah dengan Wak Gunung. Kini Gunung kalah olehmu. Pasti tidak salah jika aku datang ke sini!” Coklat menjelaskan panjang lebar.
“Ketahuilah Nak Coklat! Aku sendiri kalah dengan indukmu!” Kata Mas Kus.
Bak ada petir, Si Coklat kaget bukan kepalang.
“Kau kalah dengan indukku yang sudah tua itu?”
Tikus mengangguk meyakinkan.
Tidak disangkanya, sang induk adalah makhluk paling hebat! Dibayangkan wajah ibunya yang keriput. Di balik keriputnya ternyata menyimpan keperkasaan yang tiada tanding.
“Aku tidak terlambat! Ibuku memang segalanya!”

Dengan girang Coklat segera pulang. Dia ingin memandang ibunya dengan pandangan cinta dan kasih sayang, bukan pandangan kosong seperti sebelumnya. Untuk selanjutnya, Si Coklat bertekad ingin ikhlas berbakti kepadanya. Ali Shodiqin (Pernah dimuat di Surabaya Post 22.12.96)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Usia SMA/SMK : 4 Strategi Orang Tua Kuatkan Komunikasi dengan Remaja

SAHABAT KELUARGA- “Ide bahwa anak adalah sumber pasif yang mudah dibentuk oleh orangtua mereka adalah hal yang terlalu dibesar-besarkan...