Selasa, 07 Agustus 2012

OM BAK YANG RAJIN BEKERJA

Dia orangnya tidak mau berpangku tangan. Setiap hari, setiap saat pekerjaannya adalah membawa gelombang laut menuju pantai, sehingga membuat suasana laut selalu bergerak. Seluruh makhluk hidup di laut pada senang, karena dengan adanya gelombang berarti ada kehidupan di laut. Mula-mula ia datang dari tengah laut, bergulung-gulung membawa gelombang menuju pinggir. Setelah ia berjalan sambil menyapa seluruh penghuni laut yang dilaluinya, barulah ia menghambur ke pantai yang landai. Air pun pecah di hamparan pantai yang landai. Bermain-main sebentar, tidak lama kemudian segera kembali ke tengah laut untuk mengulang lagi pekerjaannya. Dialah Bak-Bak. Saya biasa memanggil Om saja. Atau Om Bak. Sesaat setelah aku turun dari langit lewat hujan, aku bertemu Om Bak di samudra luas. Sejak awal bertemu aku sudah kagum dengan semangatnya dalam bekerja keras. Suatu hari ketika aku bermain, berkecipak bersamanya. “Om, apa yang Om cari dengan bekerja setiap hari tanpa henti?” Tanyaku suatu hari. “Aku tidak mencari apa-apa kecuali hanya bekerja atas perintah Tuhan, tidak lebih!” Jawab Om Bak. “Wow. Om baik sekali, dong!” Om Bak hanya tertawa. “Aku adalah bagian dari kehidupan laut yang dihuni makhluk air yang beraneka ragam. Mereka menyukai pekerjaanku!” Om Bak menjelaskan. Hari itu aku mengikuti Om Bak bergulung-gulung menuju sebuah pantai. Seperti biasa, Om Bak menyapa siapa saja yang dilaluinya. “Itu sedang apa Om Bak?” Tanyaku begitu melihat ada orang yang terapung-apung di atas sebuah lesung. “Itu orang naik sampan, mencari ikan teri! Aku menyebutnya nelayan!” Jawab Om Bak. “O, begitu!” “Halo Pak Nelayan, selamat bekerja!” Sapa Om Bak disambut gembira si nelayan. Nelayan sangat dibantu oleh Om Bak, karena dengan adanya ombak ikan-ikan pada bermunculan ke permukaan. “Lihat ada lagi. Dia membawa apa itu?” Aku melihat pak nelayan di atas perahu lebih besar sambil melemparkan sesuatu ke laut. “Itu nelayan juga. Hanya dia mencari ikan yang lebih besar dengan jarring besar.” “Lihat! Ada yang terapung-apung!” Aku berteriak melihat orang terapung. “Dia pasti orang hendak tenggelam. Biar aku yang mendorongnya ke pinggir!” Om Bak segera mendorong orang itu. “Byuurr….!!!” Orang itu didorong Om Bak dengan gelombangnya. Begitu terus menerus hingga mendekati pantai. Dan orang-orang pun pada berhamburan menolong orang yang malang itu. Sementara aku dan Om Bak terus bergulung ke pinggir, menerjang pantai yang indah. Kulihat orang yang tengah ditolong ramai-ramai tadi direbahkan di pantai. Syukurlah ia selamat. Aku tidak bosan-bosan mengikuti Om Bak mengembara. Suatu hari, ketika dalam perjalanan membawa gelombang laut, Om Bak tidak menemukan pantai yang landai. Yang ada adalah gunungan tanah urug untuk menimbun pantai. Sepertinya akan dijadikan pemukiman baru di sana. Apa yang terjadi kemudian? Om Bak yang giat bekerja itu menabrak gundukan tanah yang tinggi. Aku pun ikutan menghantam urugan tanah lalu tergelincir ke bawah. Aku mengikuti kembali larinya Om Bak ke laut. Tampak ia merasa amat dongkol. “Manusia itu kurang kerjaan. Bukankah pantai itu haknya segala makhluk, termasuk manusia dan aku sendiri sebagai ombak!?” Kata Om Bak sewot. “Memangnya Om Bak punya hak apa terhadap pantai?” Tanyaku tidak mengerti. “Aku kan butuh tempat untuk memecahkan gelombang yang kubawa!” Jelas Om Bak. “Buat manusia jelas untuk berlabuhnya nelayan dan menjadi tempat wisata yang sangat berguna bagi kehidupan manusia!” “Lantas, Om Bak setelah ini mau ke mana?” Tanyaku agak khawatir, karena kulihat Om Bak berputar-putar di tengah laut. “Gelombangku berkumpul cukup besar! Aku harus mencari tempat lain untuk memecahkan gelombangku sampai bertemu pantai yang landai!” Aku melihat kepanikan Om Bak. Karena setelah dicoba berkali-kali ke pinggir laut, ia tetap menghantam gundukan tanah milik manusia. Jadilah gelombang yang dibawanya makin membesar di tengah lautan. Aku masih setia mengikuti pengembaraan Om Bak. Kali ini aku diajak ke pantai lain yang mungkin bisa untuk memecahkan gelombang besar. Betapa terkejutnya aku, tanpa bermaksud merusak, Om Bak menerjang pantai yang banyak didirikan rumah-rumah penduduk. “Maafkan aku manusia!” Teriak Om Bak bersama deburan gelombang yang menerjang dinding sebuah rumah. “Om Bak, bukankah rumah penduduk itu sudah lama ada di sana?” Tanyaku dengan perasaan iba kepada manusia yang terkena musibah. “Benar! Sebenarnya mereka tidak boleh membuat rumah di pantai. Dulu aku masih tidak tega menerjang mereka. Tapi kali ini aku tidak bisa kompromi. Mereka mesti tertabrak ombakku yang mulai sulit kukendalikan!” Kata Om Bak tampak risau. Apa yang terjadi di luar dugaan. Bagian belakang rumah-rumah penduduk ambrol dihantam ombak. Penduduk pada panik, mereka mengungsi dan mengambil barang-barangnya agar tidak hanyut. Sore itu langit mendung. Angin berhembus dengan kencang. Kulihat Om Bak makin tidak bisa mengendalikan ulah gelombang yang dibawanya. “Aku tidak suka angin kencang. Pasti akan parah jadinya!” Kata Om Bak dengan panik. Benar saja. Gelombang yang dibawa Om Bak makin besar dengan gerakannya yang makin cepat. “Byurr…!!!” Kembali ombak besar menghantam pemukiman manusia. Akibatnya, tidak hanya tembok belakang yang ambrol, tapi separuh rumah penduduk runtuh. Bahkan rumah penduduk lain ada yang roboh total dan terseret arus menuju lautan. “Oh Tuhan. Tolonglah mereka!” Bisikku begitu melihat rumah-rumah pada roboh. Kekuatan gelombang yang dibawa ombak yang mestinya pecah di pantai, menjadi dorongan yang kuat di tengah laut. Om Bak lantas kembali lagi ke pantai lain dengan kekuatan penuh dan gelombang yang makin besar pula. Akibatnya manusia juga yang menjadi korban atas ulah manusia lainnya. Begitulah, Om Bak akan mencari ganti ke pantai lain jika pantai landai yang biasanya dipakai bekerja tidak ditemukan lagi. (Kang Diqin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Usia SMA/SMK : 4 Strategi Orang Tua Kuatkan Komunikasi dengan Remaja

SAHABAT KELUARGA- “Ide bahwa anak adalah sumber pasif yang mudah dibentuk oleh orangtua mereka adalah hal yang terlalu dibesar-besarkan...