Sabtu, 29 Mei 2010

Aku Memilikimu Kawan

Malam ini, sebuah pesta meriah diadakan oleh Jeki, salah satu kawan di kampung kami. Jeki juga nanggap orgen tunggal hingga pesta itu tampak hingar bingar. Kawan-kawannya diundang semua termasuk saya.

Habis Isya saya bersiap hendak berangkat ke pesta itu. Ketika baru beberapa langkah keluar rumah, kulihat Sarju nongkrong di teras rumahnya. Aku mendekatinya.

”Ayo berangkat, Sarju!” Ajakku. Pastilah Sarju juga diundang.

”Silahkan Mas, saya di sini saja!” Jawabnya sambil bersalaman.

”Kenapa Sarju?” Tanyaku turut duduk disampingnya. Terdengar suara derit bale bambu menahan beban kami berdua. Bale bambu ini sama reotnya dengan rumahnya Sarju yang amat sederhana.

“Aku tidak diundang, kok!” Jawab Sarju datar.

Aku terkejut. Keterkejutanku tidak tampak di teras remang-remang itu. Aku sedih, mengapa Sarju yang miskin ini tidak diundang? Jeki memang kaya, dengan kekayaannya ia bisa bagi-bagi uang, terutama bagi orang yang penurut, yang suka mengelu-elukannya. Tidak demikian dengan Sarju, ia bersikap biasa-biasa saja terhadap Jeki. Menurutnya semua orang derajatnya sama.

”Kenapa kau tidak ke pesta itu saja?” Tanya Sarju. ”Kau nanti akan dijauhi Jeki jika ketahuan dekat denganku, sementara kau tidak hadir.”

”Tidak masalah. Aku masih memilikimu, kawan!” Jawabku tegas.

Sarju tampak terkejut, lalu terdiam. Malam itu aku lalui bersamanya dengan pembicaraan yang tidak berarti, namun penuh arti. (Ali Shodiqin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Usia SMA/SMK : 4 Strategi Orang Tua Kuatkan Komunikasi dengan Remaja

SAHABAT KELUARGA- “Ide bahwa anak adalah sumber pasif yang mudah dibentuk oleh orangtua mereka adalah hal yang terlalu dibesar-besarkan...